Mumifikasi manusia, umumnya tak dapat dilakukan sendiri. Biasanya mumifikasi membutuhkan orang lain dalam prosesnya. Namun apakah kalian tahu? Bahwa sebenarnya mumifikasi dapat dilakukan secara mandiri. Dan di masa lalu, hal ini pernah diterapkan loh. Penasaran dong! Simak terus ya.
Definisi Mumifikasi
Dikutip dari modul referensi ilmu sosial 2023, science direct, mumifikasi mengacu pada proses yang berhubungan dengan lingkungan atau prosedur produksi yang melindungi komponen jaringan lunak sisa-sisa manusia atau hewan dari pembusukan alami.
Mumifikasi memiliki sejarah yang kompleks dan panjang, namun akan dijelaskan secara singkatnya di sini. Praktik pengawetan jasad telah tersebar luas dan tercatat dalam sejarah peradaban manusia.
Banyak peradaban seperti Suku Inka, suku pribumi Australia, Suku Aztec, suku-suku di Afrika, peradaban Eropa kuno telah mempraktikkan mumifikasi dengan tujuan untuk menghormati dan mengawetkan jasad mereka.
Namun, tampaknya proses mumifikasi ini dapat dilakukan dengan cara dan tujuan yang berbeda, menyesuaikan dengan budaya dan kepercayaan.
Contohnya adalah proses mumifikasi mandiri yang dilakukan para biksu Buddha. Proses ini dinamakan Sokushinbutsu, memiliki ciri khas yang sangat berbeda dengan proses mumifikasi pada umumnya.
Definisi Sokushinbutsu
Sokushinbutsu adalah tradisi Biksu Buddha Shingon yang berasal dari abad ke-11. Seorang praktisi Sokushinbutsu disebut juga Shinnyoka.
Praktik ini pertama kali dirintis oleh seorang kepala biara bernama Kuukai di kompleks kuil Gunung Koya di Prefektur Wakayama.
Kuukai adalah pendiri Shingon, sekte Buddha, yang merupakan sekte yang muncul dengan ide pencerahan melalui hukuman fisik. Konon ratusan biksu telah mencoba praktik mumifikasi tersebut, tetapi hanya ada 16 dan 24 mumi yang berhasil ditemukan hingga kini.
Banyak yang mempraktikannya tetapi upaya mereka berakhir gagal. Sokushinbutsu memiliki cara unik yang berbau mistis, karena sebagian besar proses ini dilakukan secara mandiri, dan merupakan sebuah praktik ritual penyucian guna sampai menuju Tuhan.
Proses Sokhusinbutsu
Dalam proses ritual Sokhusinbutsu, terdapat tiga tahap utama yang harus dilalui Shinnyoka. Tiga tahap itu antara lain:
1. Tahap Pertama
Para biksu melakukan mumifikasi diri dengan cara menahan lapar selama bertahun-tahun sampai lemak dalam tubuh habis. Tepatnya selama 1000 hari pertama, para biksu hanya memakan biji-bijian, buah-buahan, dan beri-berian.
Aktivitas fisik yang ekstensif turut dilakukan untuk menghilangkan semua lemak tubuh. 1000 hari berikutnya, mereka hanya mengonsumsi kulit kayu dan akar.
Kemudian, mereka akan menghabiskan beberapa tahun lagi dengan meminum teh beracun yang terbuat dari getah Pohon Urushi.
Teh beracun memicu muntah dengan cepat, sehingga cairan pada tubuh habis tak tersisa. Racun tersebut juga membuat tubuh menjadi tidak menarik bagi serangga pemakan bangkai.
2. Tahap Kedua
Pada tahap akhir, para biksu akan masuk ke dalam sebuah lubang tertutup atau kuburan batu, bermeditasi, dan mengunci diri untuk menunggu kematian sehingga terjadi mumifikasi.
Posisi duduk saat meditasi biasanya dalam posisi Lotus. Oksigen tetap diberikan melalui sebuah tabung udara kecil ke tempat akhir itu. Biksu akan membunyikan bel setiap hari sebagai tanda kehiduan.
3. Tahap Ketiga
Saat bel berhenti berbunyi, penyaluran oksigen dari tabung udara akan dihentikan selama periode 1000 hari terakhir dari ritual. Begitu juga dengan lubang atau kuburan akan disegel selama periode ini.
Pada akhir periode, lubang akan dibuka untuk melihat berhasil atau tidaknya Sokushinbutsu dari kondisi akhir para biksu.
Jika jasad seorang biksu ditemukan dalam keadaan terawetkan, biksu itu dinaikkan statusnya menjadi Buddha, jasadnya dikeluarkan dari kubur dan dia ditempatkan di sebuah kuil tempat dia disembah dan dipuja.
Namun jika jasad seorang biksu ditemukan telah membusuk, jasad biksu itu kembali dikubur di makamnya dan dihormati karena daya tahannya, tetapi tidak disembah.
Kesimpulan
Sokhusinbutsu dapat dikatakan sebagai proses mumifikasi mandiri karena tidak seperti proses mumifikasi pada umumnya, yakni tidak adanya proses pembalseman atau pengawetan yang dilakukan.
Melainkan dengan proses panjang yang dilakukan sendiri. Tentu hal yang membuat ini terjadi adalah proses sains yang terlibat, yakni saat tubuh tidak mengonsumsi makanan dan minuman berat atau yang mengandung lemak.
Serta konsumsi teh beracun yang terbuat dari getah Pohon Urushi, guna menghabiskan sisa cairan yang terdapat dalam tubuh dengan cara dimuntahkan.
Kandungan getah Pohon Urushi sama dengan kandungan yang digunakan untuk membuat peralatan pernis tradisional di Jepang, yakni mengandung racun kuat. Teh beracun dari getah Pohon Urushi akan memberikan dua dampak utama.
Pertama, akan menyebabkan tubuh orang yang meminumnya mulai muntah, berkeringat, dan buang air kecil sebagai upaya sia-sia untuk membuang racun. Seperti yang telah disebutkan bahwa hal ini membantu hilangnya cairan tubuh dengan cepat, yang diperlukan untuk mumifikasi.
Kedua, getah dari pohon urushi sebenarnya melapisi perut para biksu. Dipercaya dengan cara yang sama seperti melapisi peralatan pernis Jepang. Para ahli percaya bahwa ini adalah salah satu alasan utama mengapa sisa-sisa mumi Sokushinbutsu terpelihara dengan baik.
Bagaimanapun, protokol terbaik pun tidak dapat menghentikan proses pembusukan biologis yang terjadi setelah kematian.
Wah, ternyata ada proses mumifikasi yang dapat dilakukan secara mandiri. Tapi jangan kalian coba ya, karena praktik Sokhusinbutsu telah lama dihentikan dan dilarang oleh pemerintahan Jepang. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan. Kalian bisa baca artikel menarik lainnya hanya di sini!
Referensi
- Hori, Ichiro (1962). “Self-Mummified Buddhas in Japan. An Aspect of the Shugen-Dô (“Mountain Asceticism”) Sect”. History of Religions. 1 (2): 222–242. doi:10.1086/462445. ISSN 0018-2710. JSTOR 1062053.
- Hijikata, M. (1996). Nihon no Miira Butsu wo Tazunete. [Visiting Japanese Buddhist Mummies]. Tokyo: Shinbunsha.
- Jeremiah, K. (2010). Living Buddhas: The Self-Mummified Monks of Yamagata, Japan. North Carolina: McFarland Publishing Company.
- Jeremiah, K. (2009). Corpses: Tales from the crypt. Kansai Time Out, 387, 8-10.
- Jeremiah, K. (2007). Asceticism and the Pursuit of Death by Warriors and Monks. Journal of Asian Martial Arts, 16(2), 18-33.
- Matsumoto, A. (2002). Nihon no Miira Butsu. [Japanese Buddhist Mummies]. Tokyo: Rokkō Shuppan.
- Raveri, M. (1992). Il corpo e il paradiso: Le tentazioni estreme dell’ascesi. [The Body and Paradise: Extreme Practices of Ascetics]. Venice, Italy: Saggi Marsilio Editori